KOTA AGUNG (Lampost): Puisi berjudul Pukau Kampung Semaka karya Oki Sanjaya (Lampung) meraih Batu Bedil Award 2010.
Sedangkan juara II dan III masing-masing diraih Ahmad Musabbih (Tegal) untuk puisinya berjudul Menjaga Cinta di Teluk Kiluan dan Widya Karima (Semarang) dengan puisi Kenangan Bersama Ibu dalam lomba penulisan puisi tingkat nasional bertajuk Batu Bedil Award 2010.
Event ini untuk pertama kalinya digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanggamus dan merupakan rangkaian kegiatan tahunan Festival Teluk Semaka (FTS) 2010 yang dipusatkan di Kotaagung, Tanggamus, 23—27 November. Demikian rilis yang diterima Lampung Post, Kamis (25-11).
Sedang ke-15 puisi lain yang masuk dalam nomine dan akan dimuat dalam antologi puisi yang akan diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Tanggamus bekerja sama dengan penerbit di Yogyakarta, yakni Gambar Taman Batu (A`yat Safrana G.Khalili-Sumenep), Prasasti Batu Bedil (Budhi Setyawan-Jakarta), Bumi Begawi Jejama (Dhea Fitria Juhara-Jakarta), Batu Bedil (Dian Hartati-Bandung), Yang Berkemas di Kiluan (Dian Hartati-Bandung).
Kemudian, Gisting (Dwi Setyo Wibowo-Yogyakarta), Tentang Kiluan (Edi Purwanto-Lampung Barat), Pantai Doa di Tubuh Kita (Faisal Syahreza-Bandung), Sepenggal Catatan Kecil untuk Perjalanan (Kemas Feri Rahman-Bogor).
Selanjutnya, Sajak Sang Pemandu (Moh. Sofakul Mustaqim-Blitar), Lepas Sore Teluk Kiluan (Muh. Husen Arifin-Malang), Surat Rindu (Oki Sanjaya-Lampung), Sembilan Belas Hujan dan Sunyi Burung September (Sakti Wibowo-Jakarta), Situs Batu Bedil (Wayan Sunarte-Bali), Akulah Kiluan yang Memesona (Zanila Aqsa-Jakarta).
Salah seorang juri yang juga Ketua Bidang Program Dewan Kesenian Lampung, Isbedy Stiawan Z.S., mengatakan dari semua puisi yang dinilai kesulitan dewan juri adalah menjadikan tema yang ditetapkan panitia sebagai pegangan.
Itu pula yang menjadi dilema saat memilah dan memilih sejumlah nomine puisi untuk dipertaruhkan saat rapat dewan juri. Satu sisi menghendaki yang terpilih adalah puisi dalam arti telah memenuhi standar estetika, tetapi pada sisi lain pihaknya tak dapat menghindar dari “pesan panitia” yang membatasi lomba penulisan puisi ini hanya berkisar tentang pariwisata dan budaya yang ada di Kabupaten Tanggamus.
“Meskipun demikian, banyak puisi yang terasa memaksakan diri hanya untuk mengurusi persoalan tema dan mengabaikan standar estetika, yakni dengan menempel nama-nama tempat, ihwal tradisi, dan seterusnya,” kata dia. (MG-14/S-2)
Sumber: Lampung Post, Jumat, 26 November 2010
-
Arsip
- Januari 2018
- Desember 2017
- November 2017
- Oktober 2017
- September 2017
- Agustus 2017
- Juli 2017
- Juni 2017
- Mei 2017
- April 2017
- Maret 2017
- Februari 2017
- Desember 2016
- November 2016
- Oktober 2016
- September 2016
- Agustus 2016
- Juli 2016
- Juni 2016
- April 2016
- Maret 2016
- Februari 2016
- Januari 2016
- Desember 2015
- November 2015
- Oktober 2015
- September 2015
- Agustus 2015
- Juli 2015
- Juni 2015
- Mei 2015
- April 2015
- Maret 2015
- Februari 2015
- Januari 2015
- November 2014
- Oktober 2014
- September 2014
- Agustus 2014
- Juli 2014
- Juni 2014
- Mei 2014
- Maret 2014
- Januari 2014
- Desember 2013
- November 2013
- Oktober 2013
- September 2013
- Juli 2013
- Februari 2013
- Januari 2013
- Desember 2012
- November 2012
- Oktober 2012
- Agustus 2012
- Juli 2012
- Mei 2012
- April 2012
- Februari 2012
- Januari 2012
- Desember 2011
- November 2011
- September 2011
- Agustus 2011
- Juli 2011
- Juni 2011
- Mei 2011
- April 2011
- Maret 2011
- Januari 2011
- Desember 2010
- November 2010
- Oktober 2010
- September 2010
- Agustus 2010
- Juli 2010
- Juni 2010
- Mei 2010
- April 2010
- Maret 2010
- Februari 2010
- Januari 2010
- Desember 2009
- Oktober 2009
- September 2009
- Agustus 2009
- Juni 2009
- April 2009
- November 2008
- Oktober 2008
- September 2008
- Agustus 2008
- Juli 2008
- Juni 2008
- Mei 2008
- April 2008
- Maret 2008
- Februari 2008
- Januari 2008
- Desember 2007
- November 2007
- Oktober 2007
- Maret 2007
-
Meta