Ada 5 puisi saya yang termuat di buku antologi puisi Penggerak Literasi “Kreasi”. Buku ini digagas oleh beberapa guru di Bekasi yang mendorong gerakan literasi atau kepenulisan. Di dalam buku ini banyak termuat puisi karya beberapa guru, dan beberapa puisi karya pegawai badan bahasa, dinas pendidikan, dan lain-lain. Ide buku ini sangat bagus dan gagasan seperti ini sudah selayaknya didukung oleh pemerintah dengan membantu dana untuk ongkos cetaknya. Akan tetapi memang sampai dengan saat ini pemerintah daerah belum banyak yang terpanggil untuk ikut menggairahkan kekaryaan sastra, termasuk puisi.
Buku ini diterbitkan oleh Kagum Publisher pada 2016. Penataan tulisan dan kesalahan tulis masih cukup banyak di buku ini, yang diharapkan pada agenda penerbitan buku selanjutnya dilakukan pemeriksaan baik aksara, ejaan, dan lain-lain sehingga menjadi buku yang tampil dengan lebih baik tata letak dan penulisannya. Jadi bisa lebih bersabar agar hasil menjadi lebih baik.
5 puisi saya dalam buku ini berjudul: Sajak Untuk Negeri (1), Bekasi Sebuah Kamar Tidur Pekerja, Gerimis Kepagian, Di Atas Kata, dan Elegi Stasiun Lama
Puisi saya yang saya cantumkan di sini berjudul Sajak Untuk Negeri (1) dan Gerimis Kepagian.
Budhi Setyawan
Sajak Untuk Negeri (1)
kutulis sajak untukmu
yang berangkat dari rumah rumah beralas tanah
kelaparan yang menjarah waktu
pada mimpi kemakmuran yang tersebar
ke pulau pulau kecil menjadi serombongan petir
tanpa hujan
dan tubuh tubuh kerontang dahaga
menatap hampa angan
luput dari pandang mata ibu kota
sementara di hampar tempat yang lain
kulihat orang orang berpesta
menyalakan nyanyian
kembang api dan bunga
menyusun bahagia dengan tafsir:
hanya untuk sebuah kalangan
lalu di mana suara ayat ayat
mengapa seperti senyap
saat matahari disergap kelam mendung
kerjap dunia tawa tawa
mengangsur porak poranda
senja raya bangsa
ini telah zaman televisi, telepon pintar
komputer, internet, apalagi
tapi kebingungan masih saja berpinak
mau ke mana menempuh jalan
bukankah ini negeri merdeka?
kutulis sajak untukmu
dalam napas dan darahku
untuk mempertanyakan kembali
masih adakah yang terabaikan
dari pembangunan kini?
Jakarta, 2016
Budhi Setyawan
Gerimis Kepagian
kucium harum gerimis pagi ini
seperti terseduh uap secangkir kopi
di beranda rumahmu yang dulu
dari kotamu yang makin membiru
aku tersendat mengeja isyarat
pada segugus mendung yang tampak penat
berarak membawa sisa percakapan
yang memberat di pundak perjalanan
akhirnya meluruh juga curah tipis tipis
seperti hendak mengisahkan hari yang teriris
sementara detak masih membersitkan sulur ingin
tahun mengalir dalam nadi begitu dingin
Jakarta, 2015